Masa dewasa awal/dini adalah awal dari seseorang menyesuaikan diri dengan pola-pola kehidupan baru dan harapan-hrapan sosial baru.
Hurlock (1980) membagi masa dewasa dalam 3 bagian:
1. Masa dewasa awal
Masa dewasa awal berlangsung mulai dari umur 18 sampai 40 tahun. Masa ini merupakan saat-saat seseorang mengalami perubahan psikologis dan fisik bersamaan dengan penyesuiaan diri dan harapan harapan terhadap perubahan tersebut.
2. Masa dewasa tengah/madya
Masa dewasa tengah berlangsung dari umur 40 tahun sampai enam puluh tahun. Pada masa ini kemampuan psikologis dan fisik mulai berkurang.
3. Masa dewasa lanjut
Masa dewasa lanjut berlangsung mulai dari umur 60 tahun sampai menjelanag kematian. Pada masa ini keuatan fisik dan psikologis sangat mudah menurun.
Tetapi pembagian ini tidak mutlak dan ketat, karena pembagian ini hanya menunjukan umur rata-rata pria dan wanita yang mulai menunjukan perubahan-perubahan dalam segi penampilan, minat, sikap, dan perilaku.
Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
Ada 10 ciri-ciri masa dewasa awal (Hurlock,1980), yaitu:
1. Masa Pengaturan (settle down)
Pada masa ini, seseorang akan mencoba-coba sebelum ia menentukan sesuatu yang sesuai dan cocok agar memberikian kepuasan yang permanen. Ketika pola hidup yang diyakini oleh seseorang telah ditemukan, maka itu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, ia akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang cenderung memberikan kekhasan tersendiri bagi dirinya selama hidupnya.
2. Masa Usia Produktif
Pada masa usia produktiflah waktu yang cocok untuk seseorang menentukan pasangan hidunya, menikah, dan bereproduksi atau menghasilkan anak. Pada masa organ reproduksi sangat produtif untuk menghasilkan individu baru (anak).
3. Masa Bermasalah
Masa dewasa awal dikatakan juga sebagai masa-masa yang sulit dan bermasalah. Hal ini dikarenakan seseorang harus mengadakan penyesuaian dengan peran barunya (perkawinan VS pekerjaan). Jika ia tidak bisa mengatasinya, maka akan menimbulkan masalah. Ada 3 faktor yang membuat masa ini begitu rumit yaitu; Pertama, individu tersebut kurang siap dalam menghadapi babak baru bagi dirinya dan tidak bisa menyesuaikan dengan babak/peran baru tersebut. Kedua, karena kurang persiapan maka ia kaget dengan 2 peran/lebih yang harus diembannya secara serempak. Ketiga, ia tidak memperoleh bantuan dari orang tua atau siapapun dalam menyelesaikan masalah.
4. Masa Ketegangan emosional
Pada saat seseorang beranjak ke bumur duapuluhan (sebelum 30-an), biasanya kondisi emosionalnya tidak terkendali. Ia cenderung labil, resah, dan mudah memberontak. Pada masa ini juga emosi seseorang sangat bergelora dan mudah tegang. Ia juga sering khawatir dengan status dalam pekerjaan yang belum tinggi dan posisinya yang baru sebagai orang tua. Maka kebanyakan akan tidak terkendali dan akan berakhir pada stress bahkan bunuh diri. Namun, ketika sudah berumur 30-an, seseorang akan cenderung stabil dan tenang dalam emosi.
5. Masa Keterasingan Sosial
Masa dewasa dini adalah masa dimana seseorang mengalami “krisis isolas”, ia terisolasi atau terasingkan dari kelompok sosial. Kegiatan social dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga. Hubungan dengan teman-teman sebaya juga menjadi renggang. Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat untuk maju dalam berkarir..
6. Masa Komitmen
Pada masa ini juga setiap individu mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggungjawab, dan komitmen baru..
7. Masa ketergantungan
Pada awal masa dewasa dini sampai akhir usia 20-an, seseorang masih punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi/instnasi yang mengikatnya.
8. Masa Perubahan Nilai
Nilai yang dimiliki seseorang ketika ia berada pada masa dewasa dini berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai sudah mulai dipandang dengan kaca mata orang dewasa. Nilai-nilai yang berubah ini dapat meningkatkan kesadaran positif. Alasan kenapa seseorang berubah nilia-nilainya dalam kehidupan karena agar dapat diterima oleh kelompoknya yaitu dengan cara mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati. Pada masa ini juga seseorang akan lebih menerima/berpedoman pada nilai konvensional dalam hal keyakinan. Egosentrisme akan berubah menjadi social ketika ia sudah menikah.
9. Masa Penyesuain Diri dengan Hidup Baru
Ketika seseorang sudah mencapai masa dewasa berarti ia harus lebih bertanggungjawab karena pada masa ini ia sudah mempunyai peran ganda. (peran sebagai orang tua dan sebagai pekerja.
10. Masa Kreatif
Dinamakan sebagai masa kreatif karena pada masa ini seseorang bebas untuk berbuat apa yang diinginkan. Namun kreatifitas tergantung pada minat, potensi, dan kesempatan.
Apa yang Membuat Kita Pertama Kali Tertarik Kepada Orang Lain?
Validasi konsensual (consensual validition) memberikan sebuah penjelasan mengapa seorang individu tertarik kepada orang yang memiliki kesamaan dengannya. Sikap dan perilaku kita mendukung ketika sikap dan perilaku orang lain sama dengan kita; sikap dan perilaku mereka menguatkan sikap dan perilaku kita. Juga karena orang lain yang tidak mirip dan tidak sama dengan kita, dengan demikian kita lebih tidak mengenalinya. Kita mungkin dapat lebih mengotrol orang lain yang sama dengan kita, yang sikap dan perilakunya dapat kita prediksi. Dan implikasi dari kesamaan adalah kita akan menikmati interaksi dengan orang lain dalam kegiatan yang saling menguntungkan, dimana sebagian besar memerlukan pasangan dengan perilaku dan sikap yang sama (Santrock, 2002).
Cinta
Hampir sebagian besar orang menyukai kisah cinta, terutama kisah cinta mereka sendiri. Hingga tingkatan tertentu, Robert J. Stenberg berkata, cinta adalah cerita. Kekasih merupakan penulisnya, dan jenis cerita yang mereka buat merefleksikan kepribadian dan perasaan mereka dalam menjalani hubungan tersebut. “Cerita” cinta juga berbeda secara historis dan lintas kultur (Papalia & Feldmen, 2008).
Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Klasifikasian yang umum menggambarkan empat bentuk cinta: alturisme, persahabatan, cinta yang romantis atau bergairah, dan cinta yang penuh perasaan atau persahabatan (Berscheid, 1988 dalam Santrock 2002).
Menurut Stenberg dalam teori cinta triangularnya, menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama; yakni gairah, keintiman, dan komitmen. Gairah yang dimaksud adalah daya tarik fisik dan seksual pada pasangan (elemen motivasional, didasarkan kepada dorongan batin yang menerjemahkan gejolak fisiologis ke dalam hasrat seksual). Keintiman adalah perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan. Komitmen adalah penilaian kognitif atas hubungan dan niat untuk mempertahankan hubungan bahkan ketika menghadapi masalah (Santrock, 2002). Tingkatan tiap elemen tersebut mempresentasikan penentuan jenis cinta apa yang dimiliki oleh seseorang (Papalia & Feldmen, 2008).
Ada beberapa jenis atau tipe cinta, yang pertama yaitu tidak cinta. Dalam jenis/tipe ini tidak ada ketiga komponen cinta-intimasi, hasrat/gairah, dan komitmen. Hal ini mendeskripsikan sebagian besar hubungan interpersonal yang hanya interaksi kasual saja. Kedua yaitu menyukai satu-satunya elemen yang tedapat dalam tipe ini adalah keintiman (intimacy). Ada kedekatan, pemahaman, dukungan emosional, afeksi, keterikatan, dan kehangatan. Tetapi, tidak ada hasrat/gairah dan komitmen. Ketiga, tergila-gila, elemen yang terdapat dalam tipe ini adalah hasrat/gairah. ini merupakan “cinta pada pandangan pertama”, ketertarikan fisik yang kuat dan gairah seksual, tanpa intimasi dan komitmen. Kegilaan seperti ini dapat bergelora secara tiba-tiba dan padam sama cepatnya-atau, dengan beberapa syarat, akan berlangsung dalam waktu yang panjang. Keempat, yaitu cinta kosong. Elemen yang ada hanya komitmen. Cinta kosong terkadang ditemukan dalam hubungan jangka panjang yang telah kehilangan intimasi dan gairah/hasrat, atau biasanya terjadi pada perkawinan yang di jodohkan. Kelima, yaitu cinta romantis. Ada dua elemen yang tersedia dalam tipe ini, yaitu keintiman dan hasrat. Para pecinta romantis saling tertarik secara fisik dan terikat secara emosional. Akan tetapi, mereka tidak berkomitmen diantara satu sama lainnya. Keenam, companionate love, sama seperti cinta romantis pada tipe ini juga terdapa dua elemen yaitu keintiman dan komitmen . Ini merupakan hubungan pertemanan jangka panjang yang berkomitmen,seringkali terjadi dalam hubungan perkawinan di mana ketertarikan fisik sudah padam tapi pasangan tersebut merasa dekat satu sama lain dan telah membuat keputusan untuk bersama. Ketujuh, yaitu cinta semu, pada tipe inipun terdapat dua elemen yaitu hasrat dan komitmen. Cinta jenis ini yang mengarah kepada lingkaran percumbuan, dimana pasangan membuat komitmen berdasarkan hasrat tanap member waktu kepada diri mereka untuk mengembangkan intimasi/keintiman. Jenis cinta ini biasanya tidak berlangsung lama, terlepas dari niat awal melakukan komitmen. Yang terakhir yaitu cinta sempurna, ketiga elemen terdapat dalam cinta sempurna. Karena lebih mudah mencapainya ketimbang mempertahankannya. Salah satu dari kedua pasangannya juga berubah dalam apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut, Apabila pasangannya juga berubah, hubungan tersebut bisa jadi terus berlangsung dalam bentuk yang berbeda. Akan tetapi jika pasangannya tidak berubah, hubungan tersebut bisa putus.
Persahabatan.
Pertemanan pada masa dewasa awal dan pertengahan cenderung berpusat pada pekerjaan dan aktivitas parenting serta berbagi kepercayaan diri dan masukan ( Hartup & stevens, 1999 dalam Papalia & Feldmen, 2008). Tentu saja, pertemanan memiliki kualitas dan karakter yang beragam. Sebagian sangat intim dan suportif. Sebagian teman mungkin memiliki ketertarikan yang sama, sedangkan yang didasarkan kepada aktivitas tunggal yang dilakukan bersama. Sebagian pertemanan berlangsung selama seumur hidup, tetapi ada juga yang yang berlalu begitu cepat. Beberapa “pertemanan terbaik” lebih stabil ketimbang ketertarikan kepada kekasih atau pasangan.
Bagi sebagian besar dari kita, menemukan teman sejati bukan hal yang mudah. Dalam kata-kata ahli sejarah Amerika Serikat Henry Adams, “satu sahabat dalam hidup adalah cukup, dua adalah banyak, dan tiga hampir tidak mungkin”. Persahabatan (friendship) adalah satu bentuk hubungan dekat yang melibatkan kenikmatan (kita suka menghabiskan waktu dengan sahabat kita), penerimaan (kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubahnya), kepercayaan (kita menganggap seorang teman akan bertindak untuk kepentingan kita yang paling baik), hormat (kita berpikir teman kita membuat keputusan yang baik), saling menolong (kita menolong dan mendukung teman kita dan sebaliknya), menceritakan rahasia (kita berbagi pengalaman dan hal-hal yang rahasia dengan seorang teman), mengerti ( kita merasa seorang teman sangat memahami kita dan memahami apa yang kita suka), dan spontanitas ( kita merasa bebas untuk menjadi diri sendiri di depan seorang teman) (Davis, 1985 dalam Santrock 2002).
Perbedaan antara persahabatan dan cinta sebenarnya dapat dilihat pada skala menyukai dan mencintai, yang dibuat oleh ahli psikologi sosial Zick Rubin (1970). Rubin mengatakan menyukai berarti menyadari bahwa orang lain sama dengan kita. Hal ini termasuk dalam penilaian positif terhadap orang lain. Mencintai, ia percaya, melibatkan kedekatan dengan seseorang , hal ini termasuk pada ketergantungan, tidak berorientasi pada diri sendiri, dan kualitas dari penerimaan dan eksklusivitas (Santrock, 2002).
Tetapi teman dan kekasih sama dalam beberapa hal. Keith Davis ( 1985) mengatakan bahwa teman dan pasangan romantis sama-sama memiliki sifat menerima, percaya, hormat, terus terang, memahami, spontanitas, saling menolong, dan kebahagiaan. Bagaimanapun, ia menemukan bahwa kita dengan istri atau kekasih lebih melibatkan kekaguman dan eksklusivitas. Hubungan dengan teman dipandang lebih stabil, terutama diantara pecinta-pecinta yang tidak menikah (Santrock, 2002).
Seorang dewasa awal yang masih melajang lebih bergantung kepada pertemanan untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka dibandingkan orang dewasa awal yang telah menikah atau yang telah menjadi orang tua (Carbery & Buhrmester, 1998 dalam Papalia & Feldmen, 2008). Sedangkan seorang dewasa awal yang membangun karier dan mengasuh bayi memiliki lebih sedikit waktu untuk dihabiskan bersama teman. Akan tetapi, pertemanan masih merupakan hal penting bagi mereka. Orang yang memiliki teman cenderung merasa nyaman; terlepas apakah memiliki teman membuat orang merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, atau orang yang merasa nyaman dengan diri mereka sendiri untuk memiliki waktu yang lebih luang untuk membuat pertemanan ( Hartup & steven, 1999; Myers, 2000 dalam Papalia & Fedmen, 2008).
Wanita muda, terlepas apakah dia masih melajang atau telah menikah, atau apakah dia telah atau belum memiliki anak, cenderung memiliki kebutuhan sosial yang dipenuhi oleh teman mereka ketimbang pria muda(Carbery & Buhrmester, 1998 dalam Papalia & Feldmen, 2008). Biasanya wanita lebih memiliki lebih banyak pertemanan intim ketimbang dengan pria. Pria lebih cenderung berbagi informasi dan aktivitas, tetapi tidak berbagi kepercayaan dengan teman (Rosenbluth & Steil, 1995 dalam Papalia & Feldmen, 2008).
Pernikahan dan Keluarga
Siklus kehidupan keluarga
Dalam perjalanan kehidupan kita, kita berada di titik-titik yang berbeda dalam siklus kehidupan keluarga. Berikut Fase-fase kehidupan keluarga dan keluarga pada kehidupan usia lanjut.
Meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri
Meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri (leaving home and becoming a single adult) adalah fase pertama dalam siklus kehidupan kelusrga dan melibatkan pelepasan (launching). Pelepasan (launching) adalah proses dimana orang muda menjadi dan keluar dari keluarga asalnya. Keberhasilan yang baik dalam pelepasan memerlukan pisahnya orang dewasa dari keluarga asalnya tanpa memutuskan ikatan sepenuhnya atau pergi secara reaktif untuk menemukan bentuk-bentuk pengganti emosional (Alyner, 1989 dalam Sntrock, 2002). Periode pelepasan adalah waktu bagi kaum muda dan orang dewasa muda untuk merumuskan tujuan hidupnya, untuk membangun idedntitas dan menjadi lebih mandiri sebelum bergabung dengan orang lain untuk membentuk keluarga baru. Ini adalah waktu bagi orang muda menyeleksi secara emosional apa yang akan dibawa dari keluarga asal, apa yang akan mereka tinggalkan, dan apa hendak mereka ciptakan bagi dirinya.
Keterputusan sepenuhnya dari orang tua jarang menyelesaikan masalah emosional (Bowen, 1978, Carter & McGoldrick 1989 , dalam Santrock, 2002). Pergeseran ke status dewasa dengan dewasa antara orang tua dengan anak memerlukan hubungan yang saling menghormati dan pribadi, dimana orang dewasa muda dapat menghargai orang tua mereka seperti apa adanya, tidak perlu merubah mereka dan tidak menyalahkan mereka untuk hal yang tidak dapat mereka lakukan(Santrock, 2002).
Bergabung menjadi keluarga melalui pernikahan : pasangan baru
Pasangan baru (new couple) adalah fase kedua dari siklus kahidupan keluarga, dimana dua individu dari dua keluarga yang berbeda bersatu untuk membentuk satu sistem keluarga yang baru. Pada fase ini tidak hanya melibatkan pembangunan satu system pernikahan baru tetapi juga penyesuaian kembali hubungan kekeluargaan dan teman-teman untuk melibatkan pasangan. Pernikahan biasanya digambarkan sebagai bersatunya dua individu, tapi pada kenyataannya adalah persatuaan dua system keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem. Beberapa ahli pernikahan dan keluarga percaya bahwa pernikahan mencerminkan fenomena yang berbeda-beda bagi perempuan dan laki-laki yang membuat kita perlu memisahkan pembahasan saat membicarakan pernikahan pada laki-laki dan pernikahan pada perempuan.
Menjadi orang tua dan keluarga dengan anak
Menjadi orang tua dan keluarga dengan anak (becoming parents a family with children) adalah fase ketiga dalam siklus kehidupan keluarga. Fase ini menuntut orang tua sebagai manusia yang dewasa untuk maju satu generasi dan menajadi pemberi kasih sayang untuk generasi yang lebih muda. Untuk melewati fase yang panjang ini dibutuhkan komitmen waktu sebagai orang tua, memahami peran sebagai orang tua, dan menyesuaikan diri dengan perubahan perkembangan pada anak (Santrock 1993). Persoalan yang dihadapi pasangan saat pertama kali menduga peran orang tua dalah bergelut satu sama lain mengenai masalah tanggung jawab, seperti menolak atau tidak mampu berfungsi sebagai orang tua dan kompeten sebagai anak.
Kekeluargaan dengan anak remaja
Keluarga dengan anak remaja (family with adolescents) adalah fase keempat pada siklus kehidupan keluarga. Remaja merupakan masa perkembangan dimana individu mendesak untuk memperoleh otonomi dan berusaha mengembangkan identitas diri. Perkembangan dari otonomi dan identitas yang matang adalah sebuah proses yang panjang, mencapai setidaknya 10 sampai 15 tahun. Dari awalnya menjadi seorang anak yang patuh merubah menjadi remaja yang tidak patuh. Oleh karena itu, orang tua cenderung mengadobsi satu daru dua strategi untuk menangani ketidak patuhan mereka dengan mengawasi dan lebih menekan remaja untuk menerima nilai-nilai orang tua, atau mereka menjadi semakin permisif dan memberikan remaja kebebasan yang luas. Ini bukan merupakan strategi yang bijaksana.
Keluarga pada kehidupan usia tengah baya
Keluarga pada usia tengah baya (the family at mid life) adalah fase kelima dari siklus kehidupan keluarga. Ini merupakan saat melepaskan anak-anak, memainkan peran pentingnya dalam menghubungkan antar generasi, dan menyesuaikan diri dengan perkembangan perubahan hidup pada usia tengah baya. Sebagian besar keluarga masih terlibat dalam pengasuhan anak-anak mereka dalam kehidupan masa dewasa sampai usia lanjut. Karena tingkat kelahiran yang rendah dan masa hidup yang lebih panjang pada sebagian besar orang dewasa, orang tua kini melepaskan anak-anak kira-kira pada saat anak berusia 20 tahun.
Keluarga pada kehidupan usia lanjut
Keluarga pada kehidupan usia lanjut (family in later life) adalah fase keenam dan terakhir dalam siklus kehidupan keluarga. Pension mengubah gaya hidup sebuah pasangan yang memerlukan penyesuaian diri.
Keragaman Gaya Hidup Orang Dewasa
Gaya hidup orang dewasa masa kini sangat beragam. Kita mengetahui ada keluarga berkarir tunggal: keluarga berkarir ganda; keluarga dengan orang tua tunggal, termasuk pengasuhan oleh ibu, pengasuhan oleh ayah, dan pengasuhan oleh keduanya; pernikahan kembali atau keluarga tiri; keluarga besar (terdiri dari anggota keluarga dari dua pihak atau antar generasi); dan bahkan keluarga eksperimental (individu dalam rumah tangga orang dewasa yang beragam-komuni- atau orang dewasa yang hidup bersama) dan tentu saja, terdapat orang dewasa yang hidup sendiri/ melajang.
Orang Dewasa Yang Hidup Sendiri
Dalam beberapa hal, jumlah individu yang hidup sendiri adalah tanda dari perubahan yan lain; tingkat kelahiran yang rendah, tingkat perceraian yang tinggi, usia hidup yang panjang, dan pernikahan yang terlambat.tetapi kelompok yang tumbuh paling cepat pada tahun 1970 an adalah orang dewasa yang hidup sendiri dan mayoritas dari mereka adalah kaum muda. Pada decade itu jumlah orang yang belum pernah menikah dibawah usia 30 tahun dengan sendirinya berjumlah lebih dari 3 lipat. Bagi mereka, pernikahan tiak lagi menjadi satu-satunya jalan keluar dari rumah atau jalursatu-satunya untuk pemenuhan seksual.
Mitos dan streotip yang dihubungkan dengan hidup sendiri mulai dari”hidup mengikuti arus” sampai “ hidup sendiri penuh kesepian dan cenderung bunuh diri”. Sebagian orang yang hidup sendiri sering di tantang oleh orang lainuntuk menikah sehingga mereka tidak lagi dianggap mementingkan diri sendiri, tidak bertanggung jawab, impotent, frigid, dan tidak matang. Namun tentu saja, menjadi orang dewasa yang hidup sendiri memiliki beberapa keuntungan waktu untuk mengambil keputusan mengenai perjalanan seseorang, waktu untuk mengambil keputusan mengenai perjalanan seseorang, waktu untuk membangun sumber daya pribadi untuk mencapai tujuan, kebebasan untuk mengambil keputusan secara mandiri dan mengatur jadwal dan kepentingan sendiri, kesempatan untuk mengeksplorasi tempat baru dan mencoba hal-hal baru, an ketersediaan privasi.
Sebagian orang dewasa tidak pernah menikah. Awalnya, mereka dianggap hidup mewah dan mengasyikkan. Tetapi ketika mencapai usia 30 tahun, ada tekanan yang semakin meningkat pada kita untuk menetap dan menikah. Jika seorang perempuan ingin memiliki anak, ia mungkin akan merasakan situasi darurat saat mencapai usia 30 tahun. Saat itu banyak orang dewasa yang hidup sendirian membuat suatu keputusan sadar untuk menikah atau tetap melajang.
Orang Dewasa Yang Bercerai
Perceraian telah menjadi wabah dalam kebudayaan kita. Sampai kini, hal itu meningkat secara tepat sebesar 10 persen setiap tahun, meskipun tingkat peningkatanya kini telah melambat. Perceraian telah meningkat pada semua kelompok social ekonomi. Mereka yang termasuk kelompok tidak beruntung memiliki tingkat perceraian lebih tinggi. Pernikahan kaum muda dengan tingkat pendidikan rendah dan berprnghasilan rendah dikaitkan dengan meningkatnya perceraian. Bagi mereka yang melakukan perceraian merupakan suatu hal yang kompleks dan melibatkan emosi (bursik,1991)
Tata dan pola interaksi social sebelumnya sulit untuk dihilangkan. Meskipun perceraian adalah kejadian yang menandai hubungan antar pasangan, seringkali, hal itu tidak menandakan berakhirnya hubungan. Attachment pada masing-masing orang bertahan tidak tergantung pada apakah pasangan tersebut menghargai, menyukai, atau puas dengan hubungan yang sekarang.
Stress akibat perpisahan dan perceraian terjadi menempatkan laki-laki dan perempuan dalam resiko kesulitan fisik maupun psikis (chase-lansdale & Hetherington, dalam penerbitan;combs,1991; guttman,1993). Laki-laki dan perempuan yang berpisah atau bercerai memiliki tingkat kemungkinan yang lebih tinggi mengalami gangguan psikiatris, masuk rumah sakit jiwa, depresi klinis, alkoholisme, dan masalah psikotomatis, sperti gangguan tidur, dari pada orang dewasa yang sudah menikah. Kini semakin banyak bukti bahwa berbagai tipe kejadian yang menyebabkan stress termasuk perpisahan pernikahan menurunkan system pertahanan tubuh, menyebabkan individu yang berpisah dan bercerai rentan terhadap penyakit
KEINTIMAN, KEMANDIRIAN, DAN GENDER
Keintiman ( Intimacy)
Identitas dan keintiman
Saat kita melalui kehidupan dewasa kita, sebagian besar dari kita termotivasi untuk berhasil melalui perkembangan identitas dan keintiman. Erikson berpikir bahwa keintiman seharusnya dialami setelah individu dalam proses pembentukan identitas yang tetap dan berhasil. Keintiman adalah krisis hidup yang lain dalam skema erikson jika keintiman tidak berkembang pada masa dewasa awal, individu mungkin akan mengalami apa yang dsebut erikson sebagai “isolasi”. Erikson menggambarkan keintiman sebagai penemuan diri sendiri sekaligus kehilangan diri sendiri dalam diri orang lain. Jika seorng dewasa membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah hubungan intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai; jika tidak, hasilnya adalah isolasi.
Gaya interaksi yang intim
Orang dewasa muda menunjukkan gaya interaksi intim yang berbeda-beda psikolog jakob Orlofsky (1976) membuat klasifikasi yang terdiri atas lima gaya hubungan yang intim: intim (intimate), pra intim (preintimate), stereotip(streotype), intim yang semu(pseudointimate), dan menyendiri (isolated). Pada gaya yang intim(untimate style), individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam dan lama.pada gaya pra intim (preintimate style), individu menunjukkan emosi yang bercampur aduk mengenai komitmen, suatu ambivalensi yang tercermin dalam strategi menawarkan cinta tanpakewajiban atau ikatan yang tahan lama. Dalam gaya streotip (stereotyped style), individu memiliki hubungan artificial yang cenderung didominasi oleh ikatan persahabatan dengan orang yang berjenis kelamin sama dari pada berjenis kelamin berlawanan. Dalam gaya intim yang semu (pseudointimate style), seorang individu memelihara attachment seksual dalam wakt yang lama dengan kadar kedekatan yang sedikit atau tidak dalam. Pada gaya yang menyendiri (isolated style), individu menarik diri dari perjumpaan social dan memiliki attachment yang sedikit atau tidak sama sekali dengan individu yang berjenis kelamin sama atau berlawanan
Tingkat kematangan hubungan
Membangun sebuah model kematangan hubungan yang mencakup tujuan tersebut pada tingkt yang tertinggi. Individu digambarkan bergerak melalui tiga tingkat kematangan hubungan; berpusat pada diri (self-focused), berpusat pada peran (role focused), dan terindividuasi terhubung (individuated-connected).
Tingkat berpusat pada diri (self-focused) adalah tingkat pertama dari kematangan hubungan, dimana perspektif seseorang terhadap orang lain atau pada suatu hubungan dipandang hanya dari bagimana hal itu mempengaruhi diri sendiri.
Tingkat berpusat pada peran (role focused level) adalah tingkat kedua atau tengah dari kematangan hubungan, pada saat seseorang memandang orang lain sebagai seorang individu dalam dirinya sendiri.
Tingkat terindividuasi terhubung (individuated-connected level) adalah tingkat tertinggi dari kematangan hubungan, ketika seseorang telah memahami dirinya, begitu juga telah mempertimbangkan motivasi orang lain dan mengantisipasi kebutuhan mereka.
Keintiman Dan Kemandirian
Tahun- tahun awal masa dewasa adalah saat ketika individu biasanya membangun hubungan yang intim dengan individu yang lain. Aspek yang penting dari hubungan ini adalah komitmen individu satu sama lain. Pada saat yang sama, individu menujukkan ketertarikan yang kuat pada kemandirian dan kebebasan. Sejauh mana orang dewasa mulai membangun otonomi memiliki implikasi penting pada kematangan mereka. Orang dewasa muda yang tidak cukup mandiri dari ikatan orang tua mungkin memiliki kesulitan baik dalam hubungan pribadi maupun karir.
Keseimbangan antara keintiman dan komitmen, di satu sisi dan kemandirian dan kebebasan, di sisi lain, bersifat sangat sensitive. Harus diingat bahwa dimensi-dimensi penting dari perkembangan orang dewasa tidak perlu berada di posisi yang beerlawanan dalam satu kontinum sebagiab individu dapat mengalami kemandirian dan kebebasan yang sehat sejalan dengan hubungan yang intim.
Perkembangan Perempuan, Perkembangan Laki-laki, dan Masalah Gender.
Perkembangan perempuan dan masalah gender
Banyak sarjana feminis percaya bahwa secara historis psikologi memandang perilaku manusia dari sudut pandang yang didominasi oleh laki-laki (DeFour & Paludi, dalam pernebitan, Denmark & Paludi,1994). Mereka juga percaya bahwa seksisme masih membekas dalam masyarakat dan perempuan terus didiksriminasikan di tempat kerja, dalam politik, dirumah dan banyak bidang yang lain. Terlalu banyak perempuan yang memiliki harga diri yang rendah karena hidup dalam masyarakat yang didominasi laki-laki, yang melakukan dikskriminasi terhadap perempuan dan tidak memperhatikan secara sungguh-sungguh kebutuhan ekonomi dan emosionalnya. Kaum feminis berpendapat bahwa streotip gender, pemaksaan standar laki-laki, dan usaha merendahkan kualitas feminin telah menjadikan perempuan warga Negara “kelas dua” dalam Negara, komunitas, dan rumah mereka.
Banyak pemikir feminis percaya bahwa penting bagi perempuan untuk tidak hanya mempertahankan kompetensi mereka dalam sebuah hubungan tetapi juga memotivasi diri sendiri.
Perkembangan laki-laki dan masalah gender
Sebagai hasil dari gerakan perempuan dan serangannya pada masyarakat yang mempunyai bias terhadap laki-laki dan diskriminasi terhadap perempuan, laki-laki telah membangun gerakan mereka sendiri. Gerakan laki-laki tidak bersifat politis atau menjadi aktivis seperti gerakan perempuan. Bahkan gerakan laki-laki itu lebih emosional,gerakan spiritual yang menekankan kembali nilai penting maskulinitas dan mendorong laki-laki yang “lembut”.
Goldberg berpendapat bahwa perbedaan krisis antara laki-laki dan perempuan menciptakan jarak yang besar di antara mereka. Perbedaan itu adalah: perempuan dapat merasakan dan mengartikulasikan perasaan dan masalah mereka; laki-laki karena pengkodisian maskulinitas mereka, tidak dapat.hasilnya adalah pelindung maskulinitas yang bersifat bertahan dan kuat dalam mempertahankan pola yang menghancurkan. Goldberg berpendapat bahwa laki-laki perlu mengenali emosi dn tubuhnya. Mereka tidak dapat melakukan hal itu hanya dengan menunggu perubahan yang terjadi pada sikap prempuan. Lebih dari itu, laki-laki perlu membangun pemahamanya sendiri mengenai hal-hal yang menjadi aspek kritis untuk ketahanan hidup dan kesejahteraannya. Goldberg terutama mendorong laki-laki untuk melakukan hal-hal berikut:
· mengenali sindrom “sukses” yang membunuh dan menghindarinya.
· Memahami bahwa impotensi yang kadang terjadi bukan masalah serius.
Menyadari kebutuhan dan hasrat riil mereka dan mengenal tubuh mereka.
· Menghindari ikatan permainan peran maskulin.
· Berhubungan dengan perempuan yang bebas sebagai sesamanya dan bukan melayaninya sebagai pelayan yang bersalah atau musuh yang marah.
· Membangun persahabatan dengan kaum laki-laki yang lain.
Pesan Goldberg kepada laki-laki adalah bahwa mereka perlu lebih membiasakan diri dengan bagian dalam dirinya (innerselves) dan mengembangkan rasa emosional yang jujur dan berusaha membnagun hubungan dekat yang lebih sensitif.
Kontinuitas Dan Diskontinuitas Masa Kanak-Kanak Menuju Masa Dewasa.
Adalah penemuan yang umum bahwa semakin kecil interval waktu yang kita gunakan untuk mengukur karakteristik kepribadian, semakin mirip tampilan seseorang dari satu pengukuran ke pengukuran berikutnya. Maka jika kita mengukur konsep diri indvidu pada usia 20 tahun dan kemudian mengukur lagi pada usia 30 tahun, kita mungkin akan menemukan suatu stabilitas daripada jika kita mengukur konsep diri individu pada usia 10 tahun dan mengukur lagi pada usia 30 tahun. Kita tidak lagi percaya pada determinisme masa bayi dari teori psikoseksual dari freud, yang berpendapat bahwa kepribadian kita sebagai orang dewasa dapat diramalkan sejak usia 5 tahun. Dan terdapat alasan untuk mempercayai bahwa pengalaman akhir pada masa dewasa awal adalah penting dalam menentukan akan seperti apakah seperti apakah seorang individu sebagai orang dewasa. Dalam usaha memahami kepribadian orang dewasa muda, akan sesat jika hanya memandang pada kehidupan orang dewasa pada masa sekarang. Mengabaikan perkembangan kepribadian yang tidak tampak. Maka, juga akan melesat jika hanya mencari dalam rentang kehidupan 5 hingga 10 tahun dari rentang usia 30 tahun untuk mencoba meramalkan mengapa seseorang mengalami kesulitan dalam hubungan dekat. Kenyataan dari perkembangan kepribadian orang dewasa dengan demikian, terletak pada suatu tempat di antara determinisme bayi dari freud dan pendekatan kontekstual yang mengabaikan masa awal dari tahun-tahun masa dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan.Terjemahan oleh Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta:Erlangga.
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan).Terjemahan oleh A.K. Anwar. Jakarta:Kencana.
Santrock, J. W. 2002. Life Span Development (edisi kelima). Terjemahan oleh Juda Damanik & Achmad Chusairi. Jakarta:Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar